Kacamata Togian, Zosterops somadikartai, baru dideskripsi tahun 2008
Endemik di beberapa pulau bagian dari kepulauan Togian Sulawesi. Peneliti dari Universitas Indonesia, Mochamad Indrawan dan Sunarto pertama melihatnya di alam pada tahun 1997, dan nama jenis diambil dari nama Profesor Soekarja Somadikarta, seorang pakar burung Indonesia terkemuka. Burung ini tidak memiliki lingkaran putih di seputar mata. Meskipun belum dievaluasi oleh IUCN, diyakini jenis ini berstatus terancam. Burung ini sekilas mirip dengan burung kacamata dahi-hitam (Zosterops atrifrons) namun tanpa ‘kacamata’ (lingkaran) putih di sekeliling mata.
Burung kacamata Togian memiliki ‘topi’ hitam yang tak seberapa besar, warna kuning di tenggorokan yang lebih nyata, pangkal paruh yang jelas berwarna pucat, dan selaput pelangi mata (iris) yang berwarna kemerahan. Kacamata
Togian juga berbeda dengan Zosterops surdus dari Sulawesi tengah sebelah barat, terutama pada warna zaitun di punggungnya yang lebih pucat dan lebih terang, dan pada warna kuning di tenggorokan yang lebih nyata. Selanjutnya jenis ini berbeda dengan Zosterops subatrifrons dari Pulau Peleng dan Banggai pada tiadanya lingkaran-mata putih di seputar matanya, dada yang lebih abu-abu, dan topi hitam yang kurang lebar. Burung kacamata makasar (Zosterops anomalus) dari Sulawesi selatan juga tak memiliki lingkaran-mata putih, namun ia memiliki bintik-bintik putih kecil di seputar matanya. Pola dasar kicauan burung ini pun berbeda dengan spesies-spesies Zosterops lainnya, walau memiliki wilayah yang berdekatan.
Habitat meliputi hutan bakau hingga ke vegetasi sekunder dan kebun-kebun kelapa, cengkeh, kakao, dan durian. Burung ini senang berkelompok, bergerak dalam gerombolan paling sedikit berdua atau bertiga. Burung ini tidak didapati di Pulau Togian dan Walea. Burung ini tergolong ke dalam kriteria status “Terancam kepunahan” menurut IUCN.
Read more > Jenis burung kacamata togian
Endemik di beberapa pulau bagian dari kepulauan Togian Sulawesi. Peneliti dari Universitas Indonesia, Mochamad Indrawan dan Sunarto pertama melihatnya di alam pada tahun 1997, dan nama jenis diambil dari nama Profesor Soekarja Somadikarta, seorang pakar burung Indonesia terkemuka. Burung ini tidak memiliki lingkaran putih di seputar mata. Meskipun belum dievaluasi oleh IUCN, diyakini jenis ini berstatus terancam. Burung ini sekilas mirip dengan burung kacamata dahi-hitam (Zosterops atrifrons) namun tanpa ‘kacamata’ (lingkaran) putih di sekeliling mata.
Burung kacamata Togian memiliki ‘topi’ hitam yang tak seberapa besar, warna kuning di tenggorokan yang lebih nyata, pangkal paruh yang jelas berwarna pucat, dan selaput pelangi mata (iris) yang berwarna kemerahan. Kacamata
Togian juga berbeda dengan Zosterops surdus dari Sulawesi tengah sebelah barat, terutama pada warna zaitun di punggungnya yang lebih pucat dan lebih terang, dan pada warna kuning di tenggorokan yang lebih nyata. Selanjutnya jenis ini berbeda dengan Zosterops subatrifrons dari Pulau Peleng dan Banggai pada tiadanya lingkaran-mata putih di seputar matanya, dada yang lebih abu-abu, dan topi hitam yang kurang lebar. Burung kacamata makasar (Zosterops anomalus) dari Sulawesi selatan juga tak memiliki lingkaran-mata putih, namun ia memiliki bintik-bintik putih kecil di seputar matanya. Pola dasar kicauan burung ini pun berbeda dengan spesies-spesies Zosterops lainnya, walau memiliki wilayah yang berdekatan.
Habitat meliputi hutan bakau hingga ke vegetasi sekunder dan kebun-kebun kelapa, cengkeh, kakao, dan durian. Burung ini senang berkelompok, bergerak dalam gerombolan paling sedikit berdua atau bertiga. Burung ini tidak didapati di Pulau Togian dan Walea. Burung ini tergolong ke dalam kriteria status “Terancam kepunahan” menurut IUCN.