Wednesday, May 15, 2013

Burung hantu jenis celepuk rajah / rajah’s scops owl (Otus brookei)


Burung hantu berukuran kecil (sekitar 23 cm), berwarna  abu-abu agak cokelat, dengan  jumbai telinga yang menonjol. Hampir sama dengan Otus bakkamoena, tetapi posturnya sedikit lebih besar dengan kerah putih yang lebar pada bagian tengkuk.

Wilayah persebaran :

Spesies burung hantu yang satu ini jarang sekali dikenal. Hanya pernah ditemukan beberapa spesimen yang berasal dari daerah pegunungan di Kalimantan, Sumatera, dan Jawa Timur.

Kebiasaan :

Seperti burung hantu scops yang lain.

Makanan :

Serangga

Perkembangbiakan :

Belum ada catatan mengenai perilaku perkembangbiakan burung ini.


celepuk rajah
Celepuk rajah dan wilayah persebarannya.
Read more > Burung hantu jenis celepuk rajah / rajah’s scops owl (Otus brookei)

Burung hantu jenis celepuk / collared scops owl (Otus bakkamoena)


Burung hantu berukuran kecil (sekitar 20 cm), berwarna keabu-abuan atau agak cokelat, dengan  jumbai telinga yang menonjol. Tubuh bagian atas berwarna agak abu-abu pucat. Tubuh bagian bawah agak abu-abu atau cokelat kuning tua, dengan coretan dan bintik hitam dan kuning tua.

Wilayah persebaran :

India, China, dan Asia Tenggara termasuk Indonesia (terutama Jawa dan Bali).

Kebiasaan :

Bertengger pada tempat yang rendah, hampir sepanjang malam mengeluarkan bunyi sedih secra musiman. Mengintai mangsa dari tempat bertengger dan tiba-tiba menyergapnya.

Makanan :

Serangga besar seperti kecoa, jangkrik, dan kumbang, serta beberapa jenis burung kecil.

Perkembangbiakan :

Bertelur dengan jumlah 2 – 3 butir, telur berwana putih dan hampir bulat sempurna. Sarang diletakkan dalam lubang pohon, pelepah daun palem, atau rumpun bambu.

CELEPUK DAN PENYEBARANNYA
Celepuk dan wilayah persebarannya.
Read more > Burung hantu jenis celepuk / collared scops owl (Otus bakkamoena)

Burung hantu jenis celepuk gunung / javan scops owl (Otus angelinae)


Burung hantu berukuran kecil (sekitar 20 cm), berwarna kulit kayu dengan jumbai telinga yang menonjol. Tubuh bagian atas berwarna agak abu-abu cokelat, bercoret banyak, dan bertotol  hitam.

Wilayah persebaran :

Endemik di Jawa Barat (hanya terdapat di pegunungan tinggi, itu pun kemungkinan hanya ada di Gunung Pangrango).

Kebiasaan :

Kurang diketahui, biasanya berada di hutan pegunungan dengan ketinggian 1.000-2.500 meter dari permukaan laut.

Makanan :

Serangga besar, termasuk kumbang.

Perkembangbiakan :

Tidak banyak catatan, tetapi kemungkinan sama dengan kerabat dekat celepuk gunung yang hidup di Asia, bertelur 3 -  4 butir, sarang memanfaatkan lubang pohon atau bekas sarang burung dari keluarga Captonidae.
CELEPUK GUNUNG DAN PENYEBARANNYA
Read more > Burung hantu jenis celepuk gunung / javan scops owl (Otus angelinae)

Burung hantu jenis celepuk merah / reddish scops owl (Otus rufescens)


Burung hantu berukuran kecil (sekitar 19 cm), dengan jumbai telinga yang jelas terlihat. Tubuh bagian atas berwarna cokelat kemerahan, dengan coretan hitam dan putih. Tubuh bagian bawah kuning tua agak merah bercoret hitam. Jumbai telinga agak kuning.

Wilayah persebaran :
Semenanjung Malaysia, Filipina, Kalimantan, Jawa (dataran rendah, terbatas di sebelah barat).

Kebiasaan :

Sering mendiami kawasan hutan di dataran rendah. Data lain belum diketahui.

Makanan :

Kemungkinan serangga dan binatang kecil lainnya.

Perkembang biakan :

Belum ada laporan tertulis mengenai hal ini.
CELEPUK MERAH DAN PENYEBARANNYA
Read more > Burung hantu jenis celepuk merah / reddish scops owl (Otus rufescens)

Burung hantu jenis wowo-wiwi / bay owl (Phodilus badius)


Burung hantu putih, berukuran sedang (sekitar 27 cm) berwarna cokelat agak merah. Bentuk tubuhnya mirip Tyto alba, dengan ciri piringan wajah berbentuk hati, kadang-kadang jumbai tegak. Tubuh bagian atas berwarna cokelat kemerahan, dengan bintik-bintik berwarna hitam-putih. Sedangkan tubuh bagian bawah kuning tua agak merah muda, dengan bintik hitam. Wajah berwarna merah muda.

Wilayah persebaran :

India, Asia Tenggara, China Selatan, dan Indonesia (khususnya Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Bali). Namun belakangan ini, bay owl makin jarang dijumpai di Jawa dan Bali. Mereka biasanya mendiami kawasan hingga ketinggian 1.500 meter dari permukaan tanah.

Kebiasaan :

Kurang diketahui secara jelas. Tetapi burung hantu jenis ini umumnya memiliki sifat pemalu. Mereka juga aktif di malam hari. Pada saat siang hari sering terlihat duduk agak mendatar, hampir menyerupai burung paruh katak.

Makanan :

Tikus, burung kecil, reptil, amfibi, serangga, dan kadal.

Perkembangbiakan :

Bersarang pada lubang pohon, dengan jumlah telur umumnya 2 butir (terkadang ada yang berjumlah 3 butir), warna telur putih.
BAY OWL DAN PENYEBARANNYA

Read more > Burung hantu jenis wowo-wiwi / bay owl (Phodilus badius)

Burung hantu jenis barn owl / Serak (Tyto alba)


Burung hantu putih berukuran besar (sekitar 34 c) dengan ciri piringan wajah berwarna putih, melebar berbentuk hati. Tubuh bagian atas kuning tua kecokelatan, pucat dengan bercak-bercak halus. Tubuh bagian bawah putih dengan bintik-bintik hitam halus.

Warna keseluruhan beraneka ragam. Burung muda berwarna kuning tua lebih gelap. Barn owl cukup populer di Indonesia setelah beberapa daerah menerapkan penangkaran burung hantu jenis ini untuk dimanfaatkan sebagai pembasmi hama tikus di persawahan di daerah tersebut dan terbukti sangat efektif.

Wilayah persebaran :

Hampir di seluruh dunia

Kebiasaan :

Bersembunyi pada siang hari di dalam lubang gelap di rumah-rumah, pohon, batu karang atau vegetasi yang rapat. Umumnya di hutan bakau dan pantai, tetapi muncul saat malam hari untuk berburu di lapangan terbuka. Terbang rendah di atas tanah dengan kepakan sayap tanpa bersuara.

Makanan :

Tikus besar dan kecil, kalong, kadang-kadang burung lain, reptil, amfibi, dan serangga besar.

Perkembangbiakan :

Di alam liar, Tyto alba berkembang biak pada bulan Mei  – Juli. Induk berina bertelur sebanyak 3 – 4 butir, telur berwarna putih yang diletakkan pada sarang yang tidak dilapisi di dalam lubang pohon, atau pada tembok batu atau bangunan.
TYTO ALBA DAN PENYEBARANNYA

Read more > Burung hantu jenis barn owl / Serak (Tyto alba)

Ragam jenis burung hantu di indonesia


Burung hantu kini makin menjadi burung favorit di kalangan petani. Entah terinspirasi keberhasilan Desa Tlogoweru (Demak), atau makin intensifnya para penyuluh pertanian, belakangan ini pemberitaan berbagai media mengenai pemanfaatan burung hantu di lahan pertanian makin sering. Selain untuk tujuan tersebut, burung hantu juga bisa dijadikan burung kesayangan di rumah, karena mudah sekali beradaptasi dengan manusia, cepat jinak, dan bisa dijadikan teman bermain di rumah.
Burung hantu termasuk hewan noktural, atau satwa yang menjalankan aktivitasnya di malam hari. Bagi para penggemar burung pemangsa atau birds of prey, popularitas burung hantu mulai disejajarkan dengan burung falcon dan elang.

Burung hantu memiliki jenis atau ragam yang cukup banyak. Jenis yang paling popular saat ini (termasuk dijadikan mitra petani dalam mengusir hama padi dan jagung) adalah barn owl (Tyto alba). Spesies inilah yang paling mudah dijinakkan, serta bisa dilatih untuk berbagai keperluan positif. Beberapa jenis burung hantu lokal, termasuk celepuk, juga bisa dijadikan piaraan di rumah.

Berikut ini beberapa jenis burung hantu serta wilayah persebarannya ada di Indonesia :
  1. Barn owl /  Serak (Tyto alba)
  2. Wowo-wiwi / bay owl  (Phodilus badius)
  3. Celepuk merah / reddish scops owl (Otus rufescens)
  4. Celepuk gunung / javan scops owl (Otus angelinae)
  5. Celepuk / collared scops owl (Otus bakkamoena) 
  6. Celepuk rajah / rajah’s scops owl (Otus brookei) 
  7. Hingkik / barred eagle owl (Bubo sumatranus)
  8. Bubo ketupu / buffy fish iwl (Ketupa ketupu)
  9. Beluk watu / asian barred owlet (Glaucidium cuculoides)
  10. Punggok / brown hawk owl (Ninox scutulata)
  11. Seloputo / spotted wood owl (Strix seloputu)
  12. Kukuk beluk / brown  wood owl (Strix lepto grammica)
  13. Beluk telinga pendek / short-eared owl (Asio flammeus)

Burung hantu yang ditemukan dan dipublikasikan pada Februari 2013, yaitu burung hantu rinjani atau rinjani scops owl (Otus jolandae)  yang merupakan burung endemik dan berhabitat di lombok.

Dari semua burung hantu ini, masing – masing memiliki perbedaan dari suara yang dilagukan.

Omkicau.com
Read more > Ragam jenis burung hantu di indonesia

Keistimewaan burung hantu


Burung hantu yang mempunyai mata dan pendengaran yang tajam. Super Sekali. Burung hantu umumnya mencari makan pada malam hari dan tidur pada siang hari. Makanan burung hantu antara lain berupa tikus, serangga, burung kecil, kadal, dan ikan. pasti muncul pertanyaan di pikiran teman-teman sekalian â€Å“Bagaimana burung hantu mencari makanannya dalam kegelapan malam.

Burung hantu menggunakan mata dan telinganya yang sangat tajam dan peka untuk menemukan mangsanya. Penglihatan burung hantu di dalam gelap sangat baik karena matanya sangat lentur. Burung hantu dapat dengan cepat memusatkan bola matanya pada berbagai objek didalam kegelapan. Pupil burung hantu dapat membuka cukup lebar untuk menyerap seluruh cahaya yang ada pada malam hari. Sehingga burung hantu masih bisa melihat,walaupun dengan cahaya yang sedikit.

Tidak seperti kebanyakan burung yang matanya terletak pada tiap sisi kepalanya, mata burung hantu terletak di bagian depan kepala. Sehingga, burung hantu dapat melihat ke depan dengan kedua matanya. Burung hantu juga memiliki leher yang lentur, sehingga dapat memutar kepalanya untuk melihat ke belakang.

Selain itu, disekitar mata burung hantu terdapat bagian yang menyerupao plat. Bagian itu membantunya untuk mengarahkan suara agar langsung masuk kedalam telinganya yang besar. Oleh karena itulah pedengaran burung hantu sagat tajam untuk menemukan lokasi mangsanya.

Ketika berburu burung hantu sering kali mengeluarka teriak-teriakan yang dapat membuat mangsanya ketakutan sehingga membuat suara atau getaran ketakutan sehingga burung hantu dengan cepat menyambar mangsanya dengan pendengarannya yang tajam mangsapun bisa di tangkap dengan mudah.
Read more > Keistimewaan burung hantu

Evolusi burung finch di kepulauan Galapagos

Burung finch (satu genus dengan burung pipit) di Kepulauan Galapagos yang dulu dipakai Charles Darwin untuk mengembangkan teori evolusi, kini terbukti cocok dengan teori itu, mereka memang berevolusi. Burung-burung finch yang berukuran sedang, yang dulu diteliti Darwin, ternyata perlahan-lahan memperkecil paruhnya untuk mendapatkan  neka jenis biji-bijian. Perubahan ini mulai terjadi sekitar duapuluh tahun setelah kedatangan burung pesaing mereka yang berukuran lebih besar, dan memperebutkan sumber makanan yang sama.

Klasifikasi Ilmiah:
Kingdom                     : Animalia
Filum                          : Chordata
Kelas                          : Aves
Upakelas                     : Neornithes
Infrakelas                    : Neognathae
Superordo                   : Neoaves
Ordo                           : Passeriformes
Upaordo                      : Passeri
Infraordo                     : Passerida
Superfamili                  : Passeroidea
Famili                          : Fringillidae (Vigors, 1825)

Perubahan ukuran paruh menunjukkan bahwa spesies yang berkompetisi untuk mendapatkan makanan dapat mengalami evolusi, demikian kata Peter Grant dari Princeton University, yang memublikasikan hasil penelitiannya itu pada jurnal Science. Sedangkan risetnya didanai oleh National Science Foundation. Grant telah mempelajari burung-burung finch di Kepulauan Galapagos selama beberapa puluh tahun dan pada mulanya bermaksud meneliti perubahan-perubahan yang terjadi ketika beradaptasi dengan kekeringan yang turut pula mengubah jenis makanan yang tersedia di sana.

Tahun 1982 pasangan burung-burung finch besar, Geospiza magnirostris, tiba di pulau itu untuk kawin, dan memulai kompetisi untuk mendapatkan biji-bijian ukuran besar dari tanaman Tribulus. Burung-burung itu bisa membuka dan makan biji-bijian itu tiga kali lebih cepat dari burung Geospiza fortis, sehingga menurunkan persediaan biji jenis ini. Tahun 2003 dan 2004 hujan turun dan kian menipisnya persediaan makanan. Akibatnya burung finch jenis G. fortis berparuh besar banyak yang mati, dan menyisakan hanya yang berparuh lebih kecil, yang mampu memakan biji dari tanaman yang lebih kecil dan tak perlu berkompetisi dengan burung G. magnirostris yang lebih besar.

Dalam teori evolusi Darwin, perubahan itu dikenal dengan istilah character displacement, yang terjadi ketika seleksi alam yang menghasilkan perubahan pada generasi berikutnya. Perubahan ini menyebabkan banyaknya jenis burung finch di Kepuluan Galapagos. Berikut beberapa jenis burung Finch yang hidup di Kepulaun Galapagos beserta ciri-ciri paruh dan jenis makanannya

 Platyspiza crassirostriss (burung finch pohon pemakan tumbuhan)
-          Pemakan tunas tumbuhan
-          Burung finch pohon
-          Paruh seperti paruh bebek
  1. Camarhynchus pallidus (burung finch pelatuk)
-          Pemakan serangga
-          Burung finch pohon
-          Paruh panjang dan runcing (paruh pematuk)
  1. Camarhynchus parvulus (burung finch pemakan serangga kecil)
-          Pemakan serangga
-          Burung finch pohon
-          Paruh penggenggam
  1. Camarhynchus psittacula (burung finch pemakan serangga besar)
-          Pemakan serangga
-          Burung finch pohon
-          Paruh penggenggam
  1. Certhidea olivacea (burung finch berkicau)
-          Pemakan serangga
-          Burung finch pohon
-          Paruh panjang dan runcing
  1. Geospiza scandens
-          Pemakan kaktus
-          Burung finch tanah
-          Paruh panjang dan runcing
  1. Geospiza difficilis
-          Pemakan benih
-          Burung finch tanah
-          Paruh tajam untuk menghancurkan makanan
  1. Geospiza fuliginosa
-          Pemakan benih/biji
-          Burung finch tanah
-          Paruh tajam untuk menghancurkan makanan.

Suatu bukti untuk kompetisi masa lalu adalah pengamatan bahwa spesies yang sama tampaknya selalu memperlihatkan beberapa perbedaan relung ketika hidup besama-sama dalam suatu komunitas. Pola pembagian sumberdaya (resource partitioning), di mana spesies simpatrik mengkonsumsi makanan yang sedikit berbeda atau mkenggunakan sumberdaya lain dengan cara yang sedikit berbeda, telah tercatat dengan baik, khususnya pada hewan, terutama kawanan burung finch ini.
Bukti kedua akan keutamaan kompetisi datang dari pembandingan spesies-spesies yang berkerabat dengan populasinya kadang-kadang simpatirk dan kadang-kadang allopatrik. Meskipun populasi allopatrik spesies seperti itu strukturnya mirip dan menggunakan sumberdaya yang sama, populasi simpatrik sering kali menunjukkan perbedaan dalam struktur tubuh dan dalam sumber daya yang mereka gunakan. Kecendrungan karakter-karakter agar menjadi lebih berbeda dalam populasi simpatrik dua spesies dibandingkan dengan dalam populasi allopatrik dua spesies, disebut pergantian karakter (character displacement).

Burung finch Galapagos memberikan contoh baik mengenai pergantian karakter dalam ukuran paruh dan, barangkali, dalam biji yang dapat mereka makan secara paling efisien. Populasi allopatrik Geopiza fuliginosa dan G. fortis memliki paruh yang serupa, tetapi di pulau di mana kedua spesies ini ditemukan, suatu perbedaan yang signifikan mengenai paruh telah di evolusikan. Perbedaan ini barangkali memungkinkan kedua spesies itu menghindari kompetisi dengan cara memekan biji-bijian yang ukurannya beerbeda dan barangkali menunjukkan hantu yang disebabkan oleh kompetisi masa silam.
Pembagian relung atau sumberdaya di sini sangat erat kaitannya dengan asas persaingan Gause dimana asas ini memiliki konsekuensi yang sangat penting. Asas Persaingan Gause berbunyi: “kompetisi dsecara terus menerus antara dua spesies akan sangat jarang terjadi di dalam komunitas alami. Salah satu dari spesies tersebut pasti mengendalikan spesies lain menuju ke kepunahan atau keterusiran, atau dengan kata lain, seleksi alam akan mengurangi kompetisi di antara keduanya”

Mekanisme perkembangan burung Ficnh
Ketika Darwin berada di kepulauan Galapagos, ia mengamati beberapa makhluk hidup khususnya hewan memiliki karakteristik yang berbeda dari daerah lainnya. Burung Finch adalah salah satu yang diamati oleh Darwin, burung finch adalah sejenis burung kecil yang pada daratan eropa merupakan burung pemakan biji-bijian. Di Kepulauan Galapagos ia mengamati bahwa terdapat perbedaan karakteristif fisik antara burung yang berhabitat di sini (Galapagos) dengan burung Finch yang berasal dari daratan Eropa. 

Mekanisme perkembangan Burung Finch tersebut adalah :
  1. Telah terjadi proses evolusi pada burung finch, yang menyebabkan terjadinya perubahan fisik burung finch yang terdapat di Kepulauan ini.
  2. Perubahan-perubahan ini disebabkan karena adanya seleksi alam yang menyebabkan beberapa populasi burung finch mengalami perubahan bentuk fisik.
  3. Seleksi alam yang terjadi dikarenakan karena minimnya persediaan makanan serta  isolasi geografi yang terjadi.
  4. Perubahan fisik yang terjadi meliputi perubahan pada paruh burung yang disesuaikan dengan jenis makanan yang ada.
  5. Proses tersebut telah terjadi dari generasi ke generasi selama ribuan tahun.
  6. Proses Adaptasi yang terjadi menyebabkan terjadinya perubahan dalam pewarisan sifat makhluk hidup terutama burung finch.
Teori yang dikemukakan oleh Darwin, sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh seorang ahli Ekonomi yang bernama Thomas Robert Maltus (1766 -1834) dalam bukunya Essay on the principle of population. Ia mengatakan bahwa pertambahan jumlah populasi penduduk tidak seimbang dengan pertambahan jumlah persediaan makanan. Ia mengatakan bahwa pertambahan jumlah penduduk lebih besar daripada jumlah pertambahan makanan. Hal tersebut yang kemudian memberikan inspirasi kepada Darwin, yang kemudian berpendapat bahwa setiap makhluk hidup berjuang untuk hidup. Pendapatnya ini merupakan awal dari pemikiran tentang adanya mekanisme seleksi alam dalam proses  evolusi.

Read more > Evolusi burung finch di kepulauan Galapagos
 
 
Copyright © seputar dunia burung
Blogger Theme by Blogger Designed and Optimized by Tipseo