Salah satu jenis satwa kekayaan Indonesia yang kini terancam punah adalah burung Beo Nias yang hanya terdapat di pulau Nias Provinsi Sumatera Utara. Beo Nias (Gracula religiosa robusta) memang dikenal pandai meniru suara manusia, sehingga banyak yang berminat menjadikan burung peliharaan. Burung ini merupakan jenis endemik di Sumatera Utara. Burung beo ini habitatnya dijumpai di Kabupaten Nias.
Menurut hasil suatu penelitian, populasi Beo Nias kini sudah dalam keadaan kritis. Tahun 1997, di habitatnya tinggal tujuh ekor
tujuh ekor. Ini terjadi karena lemahnya pengawasan. Sementara penangkapan burung ini sulit dihentikan karena masyarakat tergiur dengan mahalnya harga burung tersebut.
Selain itu, kerusakan hutan yang menjadi habitatnya juga ikut mempercepat kepunahan burung langka itu. Menurut beberapa sumber, Beo Nias yang bagus –karena kepandaiannya—adanya di Lahusa dan Gomo. Sedangkan di Simuk jumlahnya masih lumayan, namun kurang pandai.
Untuk melindungi burung ini dari kepunahan, Menteri Pertanian melalui Surat Keputusannya No. 421/Kpts/Um/8/1970 telah menetapkan Burung Beo Nias sebagai salah satu satwa yang dilindungi. Dengan demikian diharapkan masyarakat mau ikut bertanggung jawab atas kelestariannnya.
Menilik bentuknya, sepintas Beo Nias tudak jauh berbeda dengan burung beo biasa, termasuk kepandaiannya meniru omongan manusia. Karena itu, penggemar burung sering keliru membedakan beo biasa dengan beo Nias. Namun sebenarnya ada beberapa ciri yang dapat membedakan keduanya. Beo Nias, misalnya, ukurannya lebih besar dari beo biasa. Selain itu sepasang gelambir cuping telinga berwarna kuning pada Beo Nias yang menyatu sehingga seperti mempunyai kalung emas, sedangkan beo biasa terpisah (tidak menyatu).
Pola hidup Beo Nias, tidak jauh berbeda dengan Beo biasa. Hidupnya berkelompok dan sangat solider, karena sering berbagi makanan dengan sesamanya. Dengan kicauan mereka saling memberitahu dimana pepohonan yang sedang berbuah.
Burung ini memegang makanan dengan kaki dan mengigitnya. Dengan bantuan lidah bengkoknya, mereka dengan mudah membelah menjadi dua kulit biji tersebut – yang agak sukar untuk dibuka – dan memakan bijinya.
Mereka bertelur dua sampai delapan butir per tahun. Selama masa pengeraman (saat dimana embrio masih dalam telur) burung beo jantan dan betina duduk di atas telur secara bergantian. Setelah menetas, anak burung beo tidak berbulu dan disuapi dengan makanan yang telah dicerna oleh induknya.
Ciri-ciri paling menonjol dari burung beo adalah kepandaiannya meniru suara. Mereka dapat melantunkan kata-kata yang didengarnya secara berulang-ulang. Namun, mereka tidak memahami kata-kata tersebut; mereka hanya dapat mengulang suara yang didengarnya. Mereka bahkan dapat meniru suara bel pintu atau dering telepon. Oleh karena itu, jika punya burung beo di rumah, tak tertutup kemungkinan akan akan mengikuti bunyi-bunyian yang didengarnya di rumah sehingga kerap membingungkan penghuni rumah.
Mengenai maraknya perburuan Beo Nias, menurut beberapa sumber, itu antara lain karena ada kebiasaan di kalangan pejabat memberikan hadiah burung Beo Nias kepada pejabat dari pusat atau provinsi, yang datang ke Nias. Atau sering pula kepada seseorang yang naik pangkat, pindah, atau peristiwa penting lainnya.
Di pasaran, harga Beo Nias memang bisa mencapai jutaan rupiah. Namun, memperjualbelikan burung ini jelas tindakan illegal yang dapat dipenjara.
Menangkap hewan, apalagi membawanya ke tempat lain, akan mematikannya, mengurangi populasinya, mengancam keanekaragaman hayati. (Paulus Londo)
- Kompas.com-