Thursday, February 7, 2013

Burung Murai Terancam Punah

Solok, Padek—Populasi ber­bagai jenis burung berkicau terancam punah. Hal itu dise­babkan maraknya penang­kapan ilegal di sejumlah ka­wasan di Kabupaten Solok. Yang paling banyak diburu adalah jenis kacer hitam putih alias murai kampung (cop­sychus saularis).
 
Menurut warga, sudah dua tahun jarang terdengar bunyi kicauan burung murai di areal perkebunan maupun hutan. Burung lainnya seperti cendet, pentet alias burung paek-paek keluarga turdidae, kutilang, branjangan, serta berebah di lembah, juga jarang terdengar kicauannya.        

Para peburu dengan ber­bagai peralatan terus mengi­n­car satwa bernilai ekonomis itu. Dari penuturan sejumlah peburu burung, satu ekor mu­rai kampung yang baru dida­pat bisa dipasarkan minimal Rp 100 ribu.  

Selain murai, jenis burung berkicau lainnya seperti cucak hijau alias murai daun ber­topeng hitam, robin, cucak jenggot yang lazim berhabitat di dalam hutan, juga terancam punah. Murai batu sebagai salah-satu endemik Sumatera di hutan Kabupaten Solok kian langka.

“Burung berkicau bernilai tinggi sekarang sudah sulit dijumpai. Meskipun ada, sa­ngat sedikit jumlah­nya. Se­perti di hutan Hilirangumanti, Tigolurah, dan hutan belahan utara sekitar Kecamatan X Koto Diatas, kondisinya sama saja,” ujar Solin,40, salah-seorang pemikat burung da­lam perbincangannya dengan Padang Eksres, Selasa (27/11).

Pemikat burung yang ber­pengalaman ini menjelaskan, dari sekian banyak jenis bu­rung berkicau yang paling diminati konsumen adalah varietas burung berkicau pen­dendang, angresif, dan ber­birahi tinggi. Biasanya varietas ini kerap berpopulasi di pe­dalaman hutan dengan arena bermain paling disukai adalah pohon-pohon besar dan tinggi. Terlebih bila ada pohon besar sedang berbuah, biasanya me­ngun­dang banyak jenis burung untuk bermain di sana.

Selain di pepohonan tinggi, keluarga burung berkicau juga suka berhabitat di lembah-lembah yang dibawahnya me­ngalir anak sungai.  

Dari pengamatan Solin yang mengaku telah 10 tahun menekuni  pemikat burung, ternyata pekicau di areal lem­bah suka mencelupkan badan ke air di saat pukul 12.00 siang. “Untuk menangkapnya, perlu kesabaran dan strategi khusus sembari mengandalkan bu­rung pikat sejenis,” imbuhnya.

Ketua Himpunan Peles­tarian Hutan Andalan (HPHA) Sumbar, Syafrizal Ben m­e­ngatakan, menurunnya jumlah populasi burung hingga di ambang kepunahan, dise­bab­kan kurang agresifnya instansi terkait dalam melaksanakan fungsi pengawasan. Semen­tara penangkapan tanpa kon­trol terus terjadi, sejalan kian meningkatnya jumlah pecandu burung berkicau di berbagai daerah.

“Mengantisipasi kondisi terburuk, instansi berwenang perlu melakukan penangkaran satwa liar/dilindungi, serta memperkuat jaringan kerja sama dengan organisasi terkait lainnya. Bila tidak diantisipasi, murai kampung suatu saat bakal langka,” jelasnya. (t)


 http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=37922

0 comments:

Post a Comment

 
 
Copyright © seputar dunia burung
Blogger Theme by Blogger Designed and Optimized by Tipseo